Rabu, 14 Desember 2011

Kebudayaan di Tulungagung


TUGAS OBSERVASI KEBUDAYAAN
YANG ADA DI TULUNGAGUNG


MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Antropologi Pendidikan
yang dibina oleh Bapak M. Huda A.Y. dan
Bapak Yusuf Sobri



Oleh
Adisty Nur Wijayantri       100131404719
Off B




UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
November 2011



BAB I
PENDAHULUAN

1.    Latar Belakang

Memandang Kabupaten Tulungagung sekilas merupakan daerah terpencil yang tidak bergaung di tingkat nasional, tetapi dibalik itu Kabupaten Tulungagung sebenarnya adalah daerah yang menyimpan pesona keindahan alam yang apik dan pantas untuk dinikmati.
Keaneka ragaman seni budaya di Kabupaten Tulungagung merupakan asset yang cukup menggembirakan jika ditinjau dari segi kwantitasnya, sebab dari data yang tercatat terdapat lebih dari 6.000 seniman maupun organisasi kesenian/sanggar dari berbagai jenis kesenian yang aktif termasuk di dalamnya para budayawan. Namun demikian dari segi kualitas masih perlu terus diupayakan penyempurnaannya.
Ada banyak data dan informasi di dalamnya, antara lain ; foto-foto seni budaya, Data-data seniman dan organisasi kesenian/sanggar, Artikel-artikel seni budaya, Sejarah, Museum dan situs kepurbakalaan, serta Buku Babad Tulungagung. Jamasan Pusaka Kanjeng Kyai Oepas, Reog Tulungagung, Upacara Adat ulur-ulur maupun Manten Kucing, aneka situs/candi, jenis kepurbakalaan yang ada di Museum Tulungagung serta Sejarah lawadan sebagai cikal bakal Kabupaten Tulungagung.

2.    Rumusan Masalah
Masalah yang kita bahas dalam makalah ini meliputi:
a.    Bagaimana prosesi adat temanten kucing?
b.    Bagaimana prosesi adat Jaranan Tulungagung?
c.    Bagaimana prosesi adat Reyog Kendhang khas Tulungagung?
d.   Bagaimana prosesi adat Siraman Pusaka Kyai Oepas?
e.    Bagaimana prosesi adat Seni Tiban?
3.    Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai:
a.    Mengetahui prosesi adat temanten kucing.
b.    Mengetahui prosesi adat jaranan Sentherewe .
c.    Mengetahui prosesi adat Reyog Tulungagung.
d.   Mengetahui prosesi adat Siraman Pusaka Kyai Oepas.
e.    Mengetahui prosesi adat Seni Tiban.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Temanten Kucing
Manten Kucing merupakan tradisi budaya dari daerah Tulungagung. Pada tahun 2010, keberadaan tradisi budaya Manten Kucing difestivalkan dalam rangka memperingati Hari Jadi Tulungagung ke-805. Festival Manten Kucing tersebut di-ikuti 19 (Sembilan belas) kecamatan yang ada di Kabupaten Tulungagung. Acara tersebut dilaksanakan pada hari kamis, 25 November 2010, kegiatan festival Manten Kucing tersebut berpusat di kawasan Kota Tulungagung.
Festival tersebut baru pertama kalinya diadakan di Kabupaten Tulungagung, hal itu untuk memperkenalkan kepada generasi muda, bahwasanya Manten Kucing adalah tradisi budaya khas Tulungagung. Tradisi Manten Kucing biasanya diadakan di Desa Pelem, Kecamatan Campurdarat tersebut merupakan upacara tradisi untuk meminta diturunkan hujan.
Uniknya di festival tersebut terdapat kolaborasi antara Manten Kucing dengan kesenian lain, antara Manten Kucing dengan Reog Gendang, Jaranan Jawa dan Hadrah (sholawatan). Sehingga kolaborasi tersebut mendapat sambuatan hangat dari masyarakat, begitu pula para pelajar saat festival itu juga ikut serta menonton. Secara tidak langsung akan menumbuhkan pengetahuan, pemahaman serta mengenali asset budaya tradisi Manten Kucing.
 
a.   Hubungan Kebudayaan dengan Pendidikan
Tujuan temanten kucing adalah untuk memperkenalkan tradisi budaya Manten Kucing kepada khalayak umum, khususnya pelajar bahwasanya di Tulungagung terdapat tradisi budaya Manten Kucing.
Adapun nilai-nilai yang dapat ditangkap dari prosesi Manten Kucing, diantaranya; Pertama, manusia memang diberi kelebihan oleh Sang Pencipta yang mempunyai, akal pikiran, budi pekerti, nalar, rasa dan karsa. Sehingga mewujudkan diri untuk memilik budaya positif. Sehingga dengan berbudaya yang baik, akan memberikan norma-norma positif di masyarakat.
Kedua, dengan adanya tradisi budaya Manten Kucing tersebut, warga saling dapat tolong menolong, hormat menghormati diantaranya. Sehingga kerukunan dan keselarasan hidup menjadi damai, tenang, dan sejahtera. Didalam prosesi Manten Kucing sendiri masyarakat diajak untuk Guyup Rukun.
Sebenarnya selain menjadi media pembelajaran, keberadaan Manten Kucing bisa dijadikan sebagai objek wisata lokal. Keberadaan asset wisata daerah itulah, maka akan menyokong keberadaan budaya Nasional. Dengan berbudaya yang baik, maka kita akan menjadi sosok manusia, masyarakat atau bahkan negara yang berbudi luhur, saling menghormatu, tolong menolong, jujur dan sopan. Masyarakat Indonesia, khususnya di daerah-daerah dahulu terkenal dengan keramah-tamahannya.

B.  Jaranan Tulungagung
Jaranan biasanya dipertunjukkan pada acara-acara seperti penyambutan petinggi daerah, syukuran, acara keluarga, bahkan pada saat memperingati hari besar kenegaraan. Di Tulungagung jaranan merupakan kesian daerh yang begitu merakyat jadi bagi masyarakat disana bila mengadakan suatu acara tidak lengkap jika tidak mempertunjukkan jaranan.
Jaranan sendiri mempunyai banyak jenis, diantaranya adalah jaranan senterewe, jaranan campursari, jaranan pegon, jaranan jawa. Di Tulungagung sendiri jaranan yang biasanaya dipertunjukkan adalah jaranan campur sari. Perlengkapan jaranan ada beberapa jenisnya dianataranya adalah gandang, kenong, gong, slompet, kostum dan aksesoris, serta kuda-kudaan.
Dalam setiap pagelarannya, tari Kuda Lumping ini menghadirkan 4 fragmen tarian yaitu 2 kali tari Buto Lawas, tari Senterewe, dan tari Begon Putri.
Pada fragmen Buto Lawas, biasanya ditarikan oleh para pria saja dan terdiri dari 4 sampai 6 orang penari. Beberapa penari muda menunggangi kuda anyaman bambu dan menari mengikuti alunan musik. Pada bagian inilah, para penari Buto Lawas dapat mengalami kesurupan atau kerasukan roh halus. Para penonton pun tidak luput dari fenomena kerasukan ini. Banyak warga sekitar yang menyaksikan pagelaran menjadi kesurupan dan ikut menari bersama para penari. Dalam keadaan tidak sadar, mereka terus menari dengan gerakan enerjik dan terlihat kompak dengan para penari lainnya.
Untuk memulihkan kesadaran para penari dan penonton yang kerasukan, dalam setiap pagelaran selalu hadir para datuk, yaitu orang yang memiliki kemampuan supranatural yang kehadirannya dapat dikenali melalui baju serba hitam yang dikenakannya. Para datuk ini akan memberikan penawar hingga kesadaran para penari maupun penonton kembali pulih.
Pada fragmen selanjutnya, penari pria dan wanita bergabung membawakan tari senterewe.
Pada fragmen terakhir, dengan gerakan-gerakan yang lebih santai, enam orang wanita membawakan tari Begon Putri, yang merupakan tarian penutup dari seluruh rangkaian atraksi tari Kuda Lumping.
eringkali dalam pertunjukan tari Kuda Lumping, juga menampilkan atraksi yang mempertontonkan kekuatan supranatural berbau magis, seperti atraksi mengunyah kaca, menyayat lengan dengan golok, membakar diri, berjalan di atas pecahan kaca, dan lain-lain. Mungkin, atraksi ini merefleksikan kekuatan supranatural yang pada jaman dahulu berkembang di lingkungan Kerajaan Jawa, dan merupakan aspek non militer yang dipergunakan untuk melawan pasukan Belanda.

a.   Hubungan Kebudayaan dengan Pendidikan
                Dengan mengatahui begitu unik dan menariknya kesenian daerah yang ada pada daerah kita masing-masing sebagai generasi penerus yang berilmu kita wajib melestarikan budaya yang telah diwariskan kepada kita sebagai harta yang paling berharga untuk kita miliki dan banggakan.

C.    Reyog Kendhang Asal Tulungagung
 









Gambar 3. Penari Reyog Kendhang
Nilai-nilai yang terdapat di kesenian Reyog Kendhang asal daerah Tulungagung ini, mencerminkan sifat kearifan lokal kesenian tradisional. Kesenian sendiri, bersangkutan mengenai proses pembelajaran dari lingkungan untuk manusia. Dari sebuah pengamatan sosial, pola prilaku kehidupan, maupun wacana yang sedang hangat dibicarakan, bisa diproses melalui kesenian, sehingga dari kesenian pulalah kita bisa mengambil sikap dalam menyikapi permasalahan.
Seperti Reyog Kendhang asal daerah Tulungagung, menurut sekilas cerita, bahwasanya asal usul Reyog Kendhang ini berasal dari penolakan lamaran yang dilakukan oleh Putri Dewi Kilisuci terhadap seorang Raja Bugis. Memang leluhur kita, selalu mengaitkan antara peristiwa dengan bentuk kesenian, salah satunya Reyog Kendhang ini.
Menurut cerita yang dituturkan oleh Bapak Endin, Beliau seorang penggerak kesenian dan kebudayaan di Tulungagung, menceritakan dahulu kala ada Raja Bugis yang ingin melamar putri Kediri, yaitu Dewi Kilisuci, akan tetapi yang disuruh melamar adalah prajuritnya. Namun ketika diperjalanan dari Bugis ke Kediri, rombongan mereka kesasar (salah arah) sesampainya di Madiun. Prajurit tersebut kesasar, akhirnya melewati daerah Ponorogo-Trenggalek-Tulungagung.
Sesampainya di Kota Kediri, setelah bertemu dengan Putri Dewi Kilisuci, prajurit tersebut menyampaikan amanah dari Sang Raja, untuk melamar putri tersebut. Putri Dewi Kilisuci, secara halus mengatakan bahwa menerima lamaran tersebut asalkan Raja Bugis bisa mempersembahkan; (1). Mata ayam tukung sebesar terbang miring digantung di gubuk penceng; (2). Seruling pohon padi sebesar batang kelapa; (3). Dendeng tumo sak tetelan pulut (jadah); (4). Ati tengu sebesar guling; (5). Madu lanceng enam bumbung; (6). Binggel emas bisa berbunyi sendiri.
Namun persyaratan tersebut merupakan kiasan halus untuk menolak lamaran dari suruhan Raja Bugis. Mendengar apa yang diminta oleh putri tersebut, akhirnya prajurit merasa kebingungan, sebab sang raja sudah mengamanahi kalau belum berhasil untuk melamar putri tersebut mereka tidak boleh kembali ke kerajaan. Akhirnya para prajurit berinisiatif untuk menuju ke arah selatan, yaitu ke kawasan daerah Tulungagung.
Akhirnya di daerah Tulungagung para prajurit tersebut meminta tolong pada warga Dhadhap Langu, untuk mengartikan kiasan yang disampaikan oleh Putri Dewi Kilisuci. Dengan adanya bantuan dari warga Dhadhap Langu tersebut, kiasan syarat yang dikatakan prajurit diartikan sekaligus dibuatkan dalam bentuk benda. Adapun makna kiasan dari Putri Dewi Kilisuci tersebut, yaitu; (1). Mata ayam tukung sebesar terbang miring digantung di gubuk penceng, mempunyai makna Gong kempul yang digantung pada gayornya; (2). Seruling pohon padi sebesar batang kelapa, mempunyai makna slompret; (3). Dendeng tumo sak tetelan pulut (jadah), yang mempunyai arti kenong; (4). Ati tengu sebesar guling, yang mempunyai arti iker atau ikat; (5). Madu lanceng enam bumbung, bisa diartikan Dhodhok atau Gemblug yang berjumlahkan enam; (6). Binggel emas bisa berbunyi sendiri, yang diartikan gongseng.
Itulah makna kiasan persyaratan untuk melamar, yang disampaikan oleh Putri Dewi Kilisuci kepada prajurit Raja Bugis. Setelah itu, para prajurit merasa senang dan tenang jiwanya, karena apa yang menjadi ganjalan sudah bisa teratasi. Uniknya ketika mereka, prajurit ingin membawa barang tersebut ke hadapan putri Kediri terbentuklah suatu gerak seni, yang sekarang diaplikasikan pada Reyog Kendhang.
Adapun gerak seni yang tercipta secara alami, diantaranya; peralatan tadi sebelum diserahkan kepada sang putri, sang prajurit berdoa memohon kepada Sang Pencipta Alam, maka para prajurit memandang bawah dan ke atas lalu kekanan-kekiri. Maka terciptanya gerak Sumi Langit (Sundangan). Para prajurit melalui semedi dengan geduk tanah supaya diterima barang-barangnya maka terciptalah gerak Gejoh Bumi.
Para prajurit setelah semedi mengantarkan persembahan (Bebono). Maka tercipta Gerak Joget Menthokan (munduk-munduk). Setelah barang-barang diserahkan maka para prajurit mundur/lengser, maka terciptalah Gerak Patetan. Setelah barang-barang diteliti para prajurit melingkar menyaksikan, maka terciptakah Gerak Joget Lilingan. Setelah dinyatakan cocok diterima barang-barang itu para prajurit kaget terciptalah joget Mindak Kecik Noleh Kanan Noleh Kiri. Para prajurit memuncak kegirangannya, maka tercipta Gerak Joget Andul (engklek). Setelah para prajurit bersenang sang putri khidmat menciptakan sesosok tubuh melesat masuk sumur, prajurit tahu. Semua melihat sumur maka tercipta Gerak Ngungak Sumur. Setelah melihat sumur sangat dalam, maka tercipta joget Kejang Jinjit. Setelah sang putri tidak muncul, hilang, para prajurit berbalik gembyang. Para prajurit merasa tidak berhasil untuk melamarkan Raja Bugis, maka dengan tangan hampa prajurit pulang, terciptalah Gerak Baris Lagi.
Itulah sekilas mengenai Reyog Kendhang asal daerah Tulungagung, pada tahun 2009 telah terdaftar di HaKI (Hak Kekayaan Intelektual) Indonesia, di Jakarta. Perlu kita menyadarinya, bahwasanya dengan peristiwa yang terjadi di lingkungan bisa dijadikan sebagai bentuk kesenian lokal. Masih belum terlambat, untuk kesenian maupun kebudayaan daerah yang lain untuk di hak patenkan, sebelum negara lain mengambil kekayaan intelektual kita.
a.    Hubungan Kebudayaan dengan Pendidikan
Seni tradisi yang ada disetiap daerah, memang mempunyai ciri tersendiri, antar daerah pasti berbeda. Seperti halnya antara Reyog Kendhang Tulungagung dengan Reyog Ponorogo, justru dari perbedaan ciri khas tersebut akan memunculkan kekayaan khasanah kesenian. Kearifan seni yang terdapat di daerah, merupakan wujud dari masyarakatnya berbudi luhur, mempunyai etika ramah dan tamah terhadap orang lain.
Aksi serta refleksi kesenian tradisional yang ada di Tulungagung, terutama Reyog Kendhang, merupakan keseimbangan hidup manusia dengan lingkungan. Kesenian Reyog Kendhang sendiri, menyimpan pendidikan nonformal secara tidak langsung dalam bentuk seni gerak. Sehingga dengan berkesenian (Reyog Kendhang), kita seakan-akan bisa mentransformen kearifan hidup, antara tradisi dan perkembangan zaman seperti sekarang.
Hasil mempelajari, bisa dikata penyeimbangan antara gerak dan pendidikan hidup bisa berkesinambungan. Kehidupan berseni itu merupakan proses kearifan lokal bagi sebuah masyarakat. Mungkin, terdapat perbedaan yang signifikan antara masyarakat Tulungagung dan juga masyarakat Ponorogo, itu jelas. Kesenian, salah satu kegiatan (proses) yang menitikberatkan terhadap pembangunan karakter spiritualitas. Orang terdahulu (leluhur) selalu menggabungkan antara mental spiritualitas dengan seni budaya yang ada di lingkungan (masyarakat).
Lingkungan juga mempengaruhi didalam terbentuknya sebuah seni tradisi. Seperti halnya Reyog Kendhang dan Reyog Ponorogo, namanya hampir mirip, tapi dalam bentuk seni gerak maupun filosofinya tentu tidak sama. Meskipun sama-sama namanya reyog, disetiap daerah akan berbeda. Bisa saja di waktu yang akan datang, muncul Reyog Mojokertoan, Reyog Madiunan, Reyog Suroboyoan, dan reyog-reyog lainnya. Siapa menyangka, nanti kearifan lokal disetiap daerah akan muncul dari tidur nyenyaknya, dalam bentuk reyog maupun seni tradisi lain.
Reyog dapat kita katakan merupakan bentuk tarian yang sengat sederhana, sebab si penari (yang menari bersama-sama) masing-masing membawa instrumen sendiri yang berupa gendang. Reyog yang terdapat di Jawa Timur, khusus hanya menari saja. Reyog yang terdapat di Jawa Barat agak berbeda dengan di Jawa Timur. Reyog di Jawa Barat tidak terus menerus menari saja, tetapi ada saat-saatnya berdialog antara penari-penari itu sendiri. Tentang dasar tarian reyog dan instrumennya rupa-rupanya sama saja, antara yang terdapat di Jawa Timur dan Jawa Barat.

D.  Siraman Pusaka Tombak Kyai Upas



Tahapan persiapan : mengumpulkan segala macam sesaji antara lain air 7 sumber, berbagai macam ayam dll. Memasak segala macam sesaji/ tumpeng sejumlah 46 macam. Acara dilaksanakan di Pendopo Kanjengan Kelurahan Kepatihan, Kec./Kab. Tulungagung  yang diadakan pada Hari Jum’at setelah tanggal 10 bulan Sura.
Adapun pelaksanaan siraman diawali Kirab Srana Mulya (berupa air dan beberapa ayam) dari pendopo Kabupaten. Sedangkan Pendopo Kepatihan telah dimulai acara siraman dengan acara: pembacaan legenda Kyai Upas, sambutan pejabat daerah, siraman pusaka dengan diiringi tahlilan, berakhir dengan selamatan dan pada malam harinya dilaksanakan pergelaran wayang kulit semalam suntuk.
a.    Hubungan Kebudayaan dengan Pendidikan
            Dalam perkembangan lebih lanjut tradisi siraman pusaka Kyai Upas ini menjadi sebuah tradisi yang tidak terlepas di masyarakat Tulungagung, sebagai sebuah pendidikan bahwa dulu di Tulungagung pernah ada tokoh penyebar agama Islam yang Masyur. Hal ini tentu akan menjadi nilai apresiasi yang besar bagi generasi muda tentang daerah Tulungagung sendiri.

E.  TIBAN
Ritual Tiban adalah tari sakral untuk mendatangkan hujan. Di masyarakat
pendukungnya, tetesan darah akibat permainan tiban adalah lambang perjuangan
yang gigih dalam mencari air, utamanya guyuran hujan yang mutlak diperlukan
petani di sawah ladang. Ritual tiban biasanya dilaksanakan di musim kemarau.
a.    Hubungan Kebudayaan dengan Pendidikan
Pendidikan merupakan proses pembentukan karakter (generasi muda), agar lebih mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Namun gejala yang ada pada zaman sekarang adalah generasi muda menginginkan segala sesuatu menjadi instan. Belajar itu memerlukan proses, dari proseslah kita dapat mengambil hikmah dari belajar itu sendiri. Proses merupakan seni, dalam membentuk kepribadian yang berbudi luhur serta bijaksana. Proses dalam hidup adalah pendidikan konkrit bagi manusia, sebenarnya.
Dari berkesenianlah, kita mampu untuk memupuk rasa bangga, rasa memiliki, rasa menghargai warisan leluhur. Berkesenian memang dapat mentransformen kearifan lokal yang ada pada masyarakat, untuk menciptakan kebaikan dalam berprilaku, maupun untuk menyampaikan pesan kebaikan. Berkesenian dapat dipahami sebagai wujud ekspresi dari kepribadian yang terdiri unsur-unsur cipta, rasa, maupun karsa. Sehingga apabila diasumsikan, bahwasanya hati (perasaan) mendasari terbentuknya suatu kesenian.

1 komentar:

  1. bisa minta soft fille makalah ini yang lengkap sampai daftar rujukanya gak.

    BalasHapus